Rabu, 06 September 2017

PKL



LEMBAGA SOSIAL
EKSISTENSI PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP PENERTIBAN SATPOL PP
                                   Dosen Pengampu : Dra. Rahesli Humsona M.Si                  


Disusun Oleh :
Abdur Rokhim                        (D0315001)
Adinda Nur K.W                    (D0315003)
Puput Adistya Pratiwi                        (D0315049)



PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah lembaga sosial yaitu laporan hasil penelitian kami yang berjudul “Eksistensi Pedagang Kaki Lima Terhadap Penertiban Satpol PP ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai arti pentingnya kesejahteraan ekonomi dalam kehidupan agar tercapai kemakmuran dengan mencari penghasilan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan hasil penelitian sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Surakarta, Mei 2016

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tentunya kita semua sudah tidak asing lagi dengan istilah “pedagang kaki lima” atau PKL. Seringkali kita jumpai masalah-masalah yang terkait dengan PKL di perkotaan Indonesia. Mereka berjualan di trotoar, di taman kota, di jembatan penyeberangan bahkan di badan jalan. Pemerintah kota berulang kali menertikan mereka yang ditengarai menjadi penyebab kemacetan lalu lintas atau merusak keindahan kota. Fenomena PKL di perkotaan bisa dikatakan tidak teratur, umumnya mereka tidak tertib dan jorok. Dan ini merupakan wujud “tidak nyambungnya” antara perencanaan tata kota dengan transformasi masyarakat ini. Tapi pada kenyataannya sewaktu krismon (krisis moneter) melumpuhkan seluruh aspek perekonomian Indonesia kecuali sektor micro yang mampu survive, keberadaan PKL di negeri ini masih belum mendapat tempat yang selayaknya. Banyak kejadian mereka dikejar dan diurus seperti kriminal. Sebuah mimpi jika berharap pemerintah dapat memfasilitasi dan memberi lahan khusus agar lingkungan kelihatan leih indah. Di sudutsudut kota yang telah diinvasi lebih lama oleh PKL. Fenomena ini yang
menarik minat kami untuk menyelami lebih dalam dalam penelitian ini.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok permasalan dalam penelitian ini adalah :
1.      Bagaimana persepsi PKL tentang adanya penertiban oleh Satpol PP?
2.      Mengapa keberadaan Pedagang Kaki Lima dipermasalahkan pemerintah?
3.      Bagaimana kebijakan-kebijakan Pemerintah untuk menangani masalah PKL?
4.      Bagaimana kondisi sosial ekonomi PKL?
C.     Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana respon para pedagang kaki lima yang ada di belakang gerbang FISIP UNS terhadap penertiban satpol PP serta dampak terhadap kehidupan ekonomi mereka.
D.    Manfaat
Dalam penelitian ini manfaat yang dapat diamil adalah :
a.       Manfaat Teoritis
Dengan diadakannya penulisan laporan penelitian semoga dapat menambah khasanah keilmuwan bagi seluruh mahasiswa.
b.      Manfaat Praktis
1.      Bagi mahasiswa
Menambah khasana keilmuwan.
2.      Bagi peneliti
Penelitian ini digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Sosial.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Definisi Konseptual
                        i.            Pedagang Kaki Lima
·         Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah, arti yang kedua adalah lantai (tangga) dimuka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian depan (serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang kaki lima dimasyarakatkan.
·         Pedagang Kaki Lima menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (1991), adalah pedagang yang menjual barang dagangannya di pinggir jalan atau di dalam usahanya menggunakan sarana dan perlengkapan yang mudah dibongkar pasang atau dipindahkan serta memempergunakan bagian jalan atau trotoar, tempat-tempat yang tidak diperuntukkan bagi tempat untuk berusaha atau tempat lain yang bukan miliknya.
·         Menurut Breman (1988), pedagang kaki lima merupakan usaha kecil yang dilakukan oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan mempunyai modal yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kecil ini termasuk dalam sektor informal, di mana merupakan pekerjaan yang tidak tetap dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak terikat pada aturan hukum, hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas tertentu.
·         Menurut McGee dan Yeung (1977: 25), PKL mempunyai pengertian yang sama dengan ”hawkers”, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang menjajakan barang dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan ruang untuk kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar.
                      ii.            Eksistensi
·         Menurut kamus besar Bahasa Indonesia : “Eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan”.
·         Menurut Abidin Zaenal (2007:16) : “Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu „menjadi‟ atau„mengada‟. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya”.
B.     Kajian Teori
Weber (dalam Ritzer, 2004:38). mengatakan persoalan pokok sosiologi adalah tindakan sosial antara hubungan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan pada tindakan orang lain. Weber memulai analisisnya tentang tindakan sosial yakni terjadinya pergeseran tekanan kearah keyakinan, motivasi dan tujuan pada diri anggota masyarakat yang semuanya memberikan isi dan bentuk kepada kelakuannya. Menurut pandangan Weber (dalam Lawang, 2005) keputusan untuk bertindak biasanya diambil dengan pertimbangan makna atau nilai yang ada pada seseorang, yang dipandu oleh norma, nilai, ide-ide di satu pihak dan kondisi situasional di lain pihak, dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, dengan cara yang menurut pertimbangan subjektif efektif dan efisien. Pertimbangan semacam ini akan mencerminkan perilaku ekonomi seseorang. Perilaku ekonomi yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah segala aktivitas yang berkaitan langsung dengan pola distribusi barang, pemanfaatan keuntungan dan pengembangan jaringan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 
A.    Setting Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di belakang gerbang Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)  UNS Jl. KI Hajar Dewantara (Depan Techno Park), Surakarta pada Hari Selasa, 10 Mei 2016 Pukul 14.00 WIB - Selesai.
B.     Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk deskriptif kualitatif dengan teknik Observasi dan wawancara. Dimana observasi adalah berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap gejala yang diteliti. Penelitian kualitatif sendiri adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi ojek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono,2005).
C.    Sumber Data
Dalam setiap penelitian diperlukan kemampuan memilih metode pengumpulan data yang relevan. Data merupakan fakta penting dalam penelitian. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder.
a.       Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melaui wawancara dan pengamatan langsung.
b.      Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara membaca dan mempelajari melalui media lain. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku yang berhubungan dengan tema penelitian.
D.    Teknik Pengumpulan Data
a.       Metode wawancara
Dengan menggunakan teknik wawancara terstruktur, artinya wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan seelumnya.pertanyaan yang sama diajukan kepada semuan reponden dalam kalimat dan responden yang seragam. (Sulistyo-Basuki, 2006:110)
b.      Metode dokumentasi
Peneliti menggunakan metode dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mencari dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian. Disini peneliti mengambil dokumen dengan cara mengambil gambar pada saat penelitian.
c.       Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menelusuri buku-buku yang berhubungan dengan tema penelitian ini.
E.     Populasi
Populasi adalah keseluruhan ojek yang akan diteliti (Sulistyo-Basuki, 2006:182). Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang kaki lima yang ada di belakang gerbang FISIP UNS.
F.     Teknik Sampling
Dalam penelitian ini pemilihan informan menggunakan teknik random sampling. Random sampling adalah teknik penganbilan sampel dimana semua individu dalam populasi secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel (Sugiyono, 2003:74-78). Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini adalah penjual terang bulan, penjual bakso goreng dan penjual es pisang kacang hijau.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Profil Responden
Dalam penelitian ini, kami menemui tiga informan. Berikut kami cantumkan profil dari informan yang kami temui.
1.      Galaksi
Galaksi merupakan nama samaran dari responden pertama kami yang menjual terang bulan. Berusia sekitar 25 tahun, berasal dari Jawa Timur. Ia telah berjualan sebagai pkl sejak lama,namun baru berdagang terang bulan selama kurang lebih 3 bulan. Ia berjualan di lokasi penelitian pada siang hari, pada pagi harinya ia menjajakan terang bulan di sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama. Ia di Solo hidup di daerah Kampung Sewu dengan status sebagai anak kos. Ia berjualan di lokasi penelitian dengan cara illegal, karena tidak mendapat ijin resmi untuk berjualan. Namun, ia tetap berjualan di lokasi penelitian dikarenakan banyaknya pembeli yang membuat dagangannya laku terjual. Para mahasiswa UNS yang menjadi target pembeli dagangannya. Ia belum pernah terjaring razia PKL oleh Satpol PP, karena ia berjualan pada jam yang aman dari razia Satpol PP. Menurut pengalaman dari pedagang lainnya razia Satpol PP dilakukan pada jam 8 pagi, 10 pagi, dan jam 1 siang, namun pada hari Jumat tidak pernah ada razia Satpol PP. Dengan statusnya menjadi PKL ini, ia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan dari ia berjualan tidak terpotong untuk retribusi tempat berdagang, karena ia berjualan pada jam-jam tertentu yang tidak ada pemungutan biaya dan aman dari razia Satpol PP.
2.      Jupiter
Jupiter merupakan nama samaran dari responden kedua kami yang menjual es pisang ijo. Berusia sekitar 23 tahun, berasal dari Boyolali dan kini tinggal di Colomadu. Ia telah berjualan es pisang ijo kurang lebih 3 tahun. Ia berjualan di lokasi penelitian pada siang hari setelah ia berjualan di SD atau SMP. Ia berjualan di lokasi penelitian dengan cara legal, karena ia ikut dalam paguyuban kaki lima, setiap sebulan sekali ia dimintai uang kebersihan oleh paguyuban kaki lima. Namun, hal tersebut tidak menjaminnya lolos dari razia Satpol PP sebab ia pernah terjaring razia Satpol PP. Dari penuturan responden kedua ini, dahulu razia Satpol PP kasar dikarenakan ada tindakan fisik berbeda dengan razia Satpol PP saat ini yang hanya ditegur dan diperingatkan saja sehingga bahan dagangan aman. Ia juga bercerita bahwa dengan adanya Satpol PP yang bermain fisik biasnya barang dagangannya dihancurkan sehingga membuat rugi pedagang, kalau sekarang tidak.
3.      Badzra C.R.P
Badzra merupakan nama dari responden ketiga kami yang menjual bakso goreng. Berusia sekitar 27 tahun, berasal dari Madiun dan kini tinggal di daerah Pasar Kembang. Ia baru memulai usaha berjualan bakso goreng di lokasi penelitian ini. Ia berjualan bakso goreng belum ada satu tahun namun ia berjualan di SD atau SMP, sebelumnya ia berjualan susu tetapi karena mudah basi maka ia mencari sesuatu yang lain. Ia baru berjualan di lokasi penelitian sehingga ia belum mengetahui tentang adanya paguyuban pedagang kaki lima ditempat tersebut.
B.     Hasil Penelitian dan Pembahasan
                        i.            Persepsi PKL Tentang Adanya Penertiban Oleh Satpol PP
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL merupakan sasaran razia penertivan Satpol PP. Perkembangan  kota yang diiringi dengan perkembangan yang semakin pesat, akhirnya menuntut kepada tingkat kualitas kesejahteraan masyarakat. Hal ini membuat masyarakat berjualan untuk bisa hidup layak. Salah satunya berjualan di belakang gerbang Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP)  UNS yang membuat pemandangan yang tidak rapi dan menganggu keindahan. Responden penelitian berpandangan bahwa penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP itu bagus untuk menjaga keindahan, namun unik juga karena sekarang penertiban yang diadakan oleh Satpol PP hanya memberi teguran untuk tidak berjualan di lokasi tersebut. Namun para PKL masih tetap nekat berjualan karena untuk berjualan ditempat tersebut tidak dikenai tariff sewa tempat, hanya kadang saja ada penduduk sekitar yang memintai uang kebersihan yang jumlahnya sedikit dan diberi karcis sebagai tanda membayar. Selain itu, para PKL berjualan di lokasi tersebut pada siang hari untuk menambah pendapatan mereka, banyaknya mahasiswa yang membeli barang dagangan mereka membuat mereka memilih tempat tersebut untuk mencari nafkah. Semenjak sering adanya penertiban Satpol PP, kini PKL sudah hafal jam-jam diadakannya razia penertiban oleh Satpol PP sehingga mereka berjualan di jam-jam aman yang tidak ada razia penertiban oleh Satpol PP.
                      ii.            Keberadaan Pedagang Kaki Lima Dipermasalahkan Pemerintah
PKL keberadaannya memang selalu dipermasalahkan oleh pemerintah karena ada beberapa alasan, yaitu diantaranya:
·         Penggunaan ruang publik oleh PKL bukan untuk fungsi semestinya karena dapat membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri.
·         PKL membuat tata ruang kota menjadi kacau.
·         Keberadaan PKL tidak sesuai dengan visi kota yaitu yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota.
·         Pencemaran lingkungan yang sering dilakukan oleh PKL.
·         PKL menyebabkan kerawanan sosial.
Fenomena PKL dan masalah – masalah yang ditimbulkan PKL seperti yang telah diuraikan diatas, dianggap menyulitkan dan menghambat pemerintah untuk mewujudkan sebuah kota yang bersih dan tertib salah satunya, walaupun pemerintah telah membuat kebijakan untuk melarang keberadaan PKL dengan mengadakan razia yang dilakukan oleh Satpol PP, faktanya jumlah PKL malah semakin banyak. Dan tentu kebijakan tersebut menuai banyak kontra dari para PKL karena kebijakan pemerintah itu dianggap tidak tepat, tidak adil dan merugikan para PKL  Kemudian yang menambah daftar panjang permasalahan PKL ini adalah pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam praktiknya banyak menggunakan kekerasan. Pendekatan kekerasan yang akan dilakukan pemerintah justru akan menjadi boomerang bagi pemerintah itu sendiri, sehingga akan timbul ketidakstabilan, anarkisme dan ketidaktentraman yang dampaknya justru akan menurunkan citra pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Yang paling menarik yaitu dari adanya permasalahan PKL ini adalah PKL menjadi sebuah dilema tersendiri bagi pemerintah. Di satu sisi PKL sering mengganggu tata ruang kota, disisi lain PKL menjalankan peran sebagai Shadow Economy. Kita juga harus melihat bahwa PKL memiliki beberapa segi positif, salah satunya adalah memberikan kemudahan mendapatkan barang dengan harga terjangkau. Apabila Indonesia ingin bebas dari PKL maka pemerintah harus memberikan lapangan pekerjaan yang layak dan lebih baik kepada para PKL tersebut, dan juga memberikan alternatif tempat membeli barang dengan harga yang murah khususnya pada warga golongan menengah bawah. Apabila masyarakat dipaksakan untuk membeli barang yang harganya lebih tinggi daripada membeli di PKL maka daya beli masyarakat akan berkurang.
                    iii.            Kebijakan – Kebijakan Pemerintah Untuk Menangani Masalah PKL
Berbicara mengenai kebijakan pemerintah berarti di sini adalah segala hal yang diputuskan pemerintah. Definisi ini menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan yang bersifat mengikat. Dalam proses pembuatan kebijakan terdapat dua model pembuatan, yang bersifat top-down dan bottom-up. Idealnya proses pembuatan kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Mengenai kebijakan razia oleh Satpol PP banyak kalangan yang menilai bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah kerap kali muncul disaat permasalahan telah akut, dan isi Perda nya pun banyak merugikan PKL, sehingga seharusnya ada suatu alternatif kebijakan yang diambil untuk mensinergikan kepentingan pemerintah dengan PKL yakni kebijakan relokasi, kebijakan tersebut dapat diambil untuk mensinergikan kepentingan antara pemerintah dengan PKL karena dengan membuat kebijakan relokasi yang tepat untuk PKL yaitu dengan cara menyediakan lahan strategis untuk pemasaran barang dagangan para PKL tersebut, maka dalam hal ini kepentingan PKL dapat terpenuhi dan tentunya dalam hal inipun pemerintah dapat mempertimbangkan juga bahwa lahan tersebut tidak mengganggu ketertiban dan kenyamanan kota. Maka intinya diharapkan kepentingan Pemerintah dan PKL dapat terpenuhi, sehingga dapat tercipta suatu format penyelesaian kebijakan yang win – win solution sehingga dapat terwujud, kesejahteraan PKL pun dapat terwujud. Tetapi memang untuk mewujudkan semua itu tidak mudah, memerlukan sosialisasi atau beberapa pendekatan secara teoritis dan sosiologis terhadap PKL. Maka sekali lagi apabila pemerintah akan membuat suatu kebijakan yang dapat menciptakan kedinamisan dan kesejahtraan rakyat, tentunya dalam membuat kebijakan tersebut harus didasarkan pada asas oportunitas.
                    iv.            Kondisi Sosial Ekonomi PKL
Perkembangan yang begitu pesat membuat seluruh elemen kota harus ikut dalam laju pembangunan yang semakin cepat termasuk pertumbuhan jumlah penduduk. Semakin  banyaknya  jumlah  penduduk  berpengaruh terhadap  jumlah. Masalah sosial di masyarakat. Kata sosial dalam pengertian umum berarti segala sesuatu mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Soejono Soekamto (1983:464) mengemukakan bahwa “sosial adalah berkenaan dengan perilaku atau yang berkaitan dengan proses sosial”. Jadi sosial berarti mengenai keadaan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kehidupan sosial berarti suatu fenomena atau gejala akan bentuk hubungan seseorang atau segolongan orang dalam menciptakan hidup bermasyarakat.
Terwujudnya kehidupan sosial ekonomi seseorang tidak terlepas dari usaha-usaha manusia itu sendiri dengan segala daya dan upaya yang ada  serta dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong, antara  lain dorongan untuk mempertahankan diri dalam hidupnya dari berbagai pengaruh akan dorongan untuk mengembangan diri dari kelompok. Semuanya terlihat dalam bentuk, hasrat, kehendak, kemauan, baik secara pribadi maupun yang sifatnya kelompok sosial. Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya. Kesulitan    ekonomi    keluarga    memaksa    untuk    turun  ke  jalan  mencari  nafkah. Berikut  ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi pedagang kaki lima di lokasi penelitian :
·         Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek untuk mengetahui latar belakang kehidupan pedagang kaki lima. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang terkadang dijadikan cermin kepribadian seseorang sesuai nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tingkat pendidikan juga dapat dijadikan sebagai ukuran dalam menentukan tingkat kehidupan sosial ekonomi seseorang. Untuk yang bekerja di sektor informal tidak terlalu membutuhkan tingkat pendidikan dalam menggeluti pekerjaannya. Namun demikian, dijaman yang modern ini, secara tidak langsung    pendidikan berpengaruh terhadap pekerjaan. Sebagian dari pedagang   kaki lima adalah orang-orang yang tidak tertampung di pasar kerja yang mensyaratkan pendidikan sebagai syarat utama. Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang tidak memadai serta pendidikan yang terbatas, membuat masyarakat harus berfikir bagaimana mempertahankan hidup. Dengan modal yang terbatas dan keterampilan yang masih terbilang minim menjadikan banyak orang memilih profesi sebagai pedagang kaki lima dan diantaranya sebagai penjual terang bulan, es pisang ijo, dan bakso goreng.
Dari hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa tanpa pendidikan yang memadai, masyarakat akan terjebak pada pekerjaan yang menguras tenaga yang banyak, berbeda dengan  yang  memiliki  pendidikan  yang tinggi,  dimana pendidikan  tinggi  dapat membuat seseorang menduduki posisi yang baik dalam pekerjaannya
·         Usia Kerja
Usia merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia, karena sebagai batasan kemampuan untuk melakukan kegiatan dalam kehidupannya dan tinggi rendahnya usia menentukan kapan seseorang dapat bekerja.Umur atau usia juga merupakan modal dasar dalam kehidupan, dalam banyak jenis pekerjaan standar usia menjadi syarat penerimaan dan menjadi batas bagi seseorang untuk bekerja,berhenti dari pekerjaan oleh karena faktor umur yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja. Oleh karena itu perbedaan umur seseorang selalu menunjukkan adanya kematangan dalam berfikir, juga kekuatan fisik dalam beraktivitas. Dari hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa pedagang kaki lima di lokasi penelitian berumur antara 20 tahun sampai dengan 30 tahun. Berdasarkan usia informan tersebut, dapat dikatakan bahwa orang yang dapat masuk dalam dunia kerja (usia produktif).
·         Asal Daerah
Daerah asal merupakan tempat kelahiran seseorang. Tempat awal sebelum melakukan migrasi ke daerah tujuan. Biasanya alasan seseorang untuk meninggalkan daerah asal mereka disebabkan oleh keinginan untuk memperbaiki taraf hidup, khususnya dari segi perekonomian. Kota-kota besar sering kali digambarkan sebagai tempat yang tepat untuk memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi seseorang. Pedagang kaki lima di lokasi penelitian berasal dari beberapa wilayah, seperti Boyolali, Madiun, dan Surabaya.
·         Tidak Ada Pekerjaan Lain
Semakin banyaknya pasar modern, menyebabkan bnyak diantara pedagang pasar tradisional beralih profesi menjadi pedagang kaki lima. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan tenaga potensial terpuruk dalam kondisi hubungan kerja yang merugikan.Sektor informal di perkotaan merupakan klaster masyarakat yang cukup rentan terkena impas dari berbagai kebijakan. Salah satu konsep operasional sektor informal menurut Bromley, Firdausy dalam Indrawati mengatakan bahwasektor informal tidak membutuhkan keahlian dan ketrampilan khusus (easy entry).
·         Kemiskinan
Berbagai jenis aktivitas manusia tentunya mengharapkan imbalan, apalagi yang bernilai ekonomi tentunya. Imbalan yang dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh pedagang kaki lima dalam bentuk materi (uang). Tentang kecukupan ekonomi dari hasil berdagang, pedagang kaki lima menyesuaikan kebutuhannya semua dengan hasil yang didapat. Bisa saja terkadang kekurangan. Walaupun dengan untung yang kecil, pedagang kaki lima tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pedagang kaki lima mau tidak mau harus dengan giat dan sabar menekuni profesinya sebagai pedagang kaki lima untuk bisa bertahan hidup. Dari para pedagang yang berhasil diwawancarai, mereka menyenangi profesinya saat ini. Antara lain karena tidak harus bekerja pada orang (tunduk pada bos) sehingga kebebasan ini menjadi daya tarik sendiri bagi pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima di lokasi penelitian kebanyakan mendagangkan makanan jajanan sebagai barang dagang utama. Pedagang kaki bekerja keras dari pagi  di sekolah-sekolah dan siang hingga sore di lokasi penelitiann hanya untuk mendapatkan uang. Pendapatan yang peroleh pedagang kaki lima juga tidak menentu, dalam perharinya namun setidaknya cukup untuk makan sehari-hari.
 
BAB V
PENUTUP
Pemerintah menghadapai suatu tantangan besar untuk mampu membuat kebijakan yang tepat untuk menangani masalah Pedagang Kaki Lima atau yang lebih kita kenal dengan nama PKL. Pemerintah dalam hal ini belum mampu menemukan solusi untuk menghasilkan kebijakan pengelolaan PKL yang bersifat manusiawi dan sekaligus efektif.
PKL yang dianggap illegal, mengganggu ketertiban kota dan alasan – alasan lain yang mengharuskan pemerintah membuat suatu kebijakan melarang keberadaan PKL. Tetapi sebaiknya pemerintah tidak melihat PKL dari satu sisi saja, PKL juga telah memaikan peran sebagai pelaku shadow economy. PKL perlu diberdayakan guna memberikan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat. PKL merupakan sebuah wujud kreatifitas masyarakat yang kurang mendapatkan arahan dari pemerintah. Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan arahan pada mereka, sehingga PKL dapat melangsungkan usahanya tanpa menimbulkan kerugian pada eleman masyarakat yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, George. dan Douglas J. Goodman. 2004. Sociology: a Multiple Paradigma Science: Editor. Terjemahan. Alimanda. Jakarta. RajaGrafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar