“NATURALISTIC INQUIRY”
Tugas Mata Kuliah Metode
Penelitian Sosial

Dosen
Pengampu :
Dr.
Drs. Bagus Haryono, M.Si
Disusun
Oleh :
Puput
Adistya Pratiwi
D0315049
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS
MARET
SURAKARTA
2016
PENDAHULUAN
Dalam penelitian kualitatif yang
bersifat holistik, jumlah teori lebih banyak dibandingkan kuantitatif karena harus
disesuaikan dengan fenomena yang berkembang dilapangan. Peneliti kualitatif
akan lebih profesional dalam penguasaan teori, sehingga wawasannya lebih luas
dan mendalam, namun dalam melaksanakan penelitian, peneliti kualitatif harus
mampu melepaskan teori yang dimiliki tersebut dan tidak digunakan sebagai
panduan untuk wawancara dan observasi. Irving Horowich, Marshall Clinard, dan
sejumlah ilmuwan lain mengingatkan bahwa demikian halnya maka pendekatan
terhadap realitas sosial tidak pernah akan sampai ketujuannya. Dalam dua dekade
akhir-akhir ini para peneliti tingkah laku manusia secara lambat laun mengembangkan
suatu paradigma penelitian kualitatif. Salah satu daripadanya adalah yang
disebut dengan naturalistic inquiry (NI). Istilah NI sebenarnya bukanlah
suatu ide baru, metodologi ini telah mempunyai sejarah yang panjang di dalam
berbagai disiplin dan telah diberi nama yang berbeda-beda. Para antropolog
telah mengembangkan metode etnografik dengan baik. Sama halnya dengan para
sosiolog telah mengkombinasikan teknik-teknik survei dengan
pendekatan-pendekatan naturalistik untuk mengambangkan pendekatan participant observation dalam fieldwork-nya.
PEMBAHASAN
Naturalistic
Inquiry
Semenjak
sekitar 1930-an pemahaman tentang gejala-gejala sosial ditandai dengan
penggunaan model penelitian ilmu pengetahuan alam. Secara paradoksal, mereka
yang ingin mempelajari kompleksitas masyarakat dalam berbagai fasetnya, dan
yang mencoba untuk menafsir, menjelaskan, meramalkan, dan memahami kelakuan
manusia dalam berbagai hal (ekonomi, politik, sosial dan sebagainya) telah
secara berlebihan menggunakan apa yang disebut “metode ilmiah”.
Sebagai
suatu metodologi keilmuan, pendekatan yang demikian itu ditandai oleh
kelengkapan dan penggunaan teknik-teknik penelitian yang canggih, pemanfaatan
kemajuan statistika, pembentukan model-model logika dan matematika. Yang kesemuanya
itu di kesan megah, dengan elaborasi skema-skema formal yang diimport dari
model-model pendekatan ilmu pengetahuan alam.
Cara
pemahaman realitas sosial seperti diatas bukannya tidak memperoleh reaksi.
Irving Horowich, Marshall Clinard, dan sejumlah ilmuwan lain mengingatkan bahwa
demikian halnya maka pendekatan terhadap realitas sosial tidak pernah akan
sampai ketujuannya. Dalam dua dekade akhir-akhir ini para peneliti tingkah laku
manusia secara lambat laun mengembangkan suatu paradigma penelitian kualitatif.
Salah satu daripadanya adalah yang disebut dengan naturalistic inquiry (NI).
Istilah NI sebenarnya bukanlah suatu ide baru, metodologi ini telah mempunyai
sejarah yang panjang di dalam berbagai disiplin dan telah diberi nama yang
berbeda-beda. Para antropolog telah mengembangkan metode etnografik dengan
baik. Sama halnya dengan para sosiolog telah mengkombinasikan teknik-teknik
survei dengan pendekatan-pendekatan naturalistik untuk mengambangkan pendekatan
participant observation dalam fieldwork-nya. Ahli cerita rakyat,
psikolog, ahli linguistik, etnomusikolog, dan yang lain-lain lagi menggunakan
dan memperbaiki pendekatan itu untuk memahami dan mengerti tentang
gejala-gejala yang mereka pelajari dengan menggunakan istilah-istilah case study, interpretif inquiry dan phenomonlogi dalam memberikan label
pendekatan mereka.
Dalam
beberapa hal, NI berbeda dengan pendekatan-pendekatan penelitian lain, antara
lain:
1.
Aksioma
Licoln dan Guba (1985)
mencatat bahwa salah satu hal yang menonjol dari NI adalah paradigma yang
mendasarinya. Mereka mengontraskan paradima naturalistik dengan paradigma
positivistik. Pokok-pokok pikiran aksioma paradigma naturalistik adalah:
a.
Dalam kaitannya dengan
hakekat realistis, paradima naturalistik menyatakan bahwa “realitas itu bersifat multiple constructed, dan holistik” daripada
bersifat “single, tangible, dan
fragmentable”.
b.
Berkaitan dengan
hubungan antara peneliti dan yang diteliti, paradigma naturalistik menyatakan
bahwa “peneliti dan yang diteliti bersifat interaktif, dan tidak dapat
dipisahkan” bukannya “bersifat independen, suatu dualisme”.
c.
Dalam hal kemungkinan
untuk membuat generalisasi dari suatu hasil studi, paradigma naturalistik
berpendapat bahwa “hanya hipotesis yang kerja yang terkait pada waktu dan
konteks saja yang mungkin (pernyataan-pernyataan nomothetik)”.
d.
Tentang menetapkan
hubungan kausal melalui penelitian, paradigma naturalistik menyatakan bahwa
“seluruh entitas adalah dalam keadaan hubungan yang bersifata timbal balik,
maka sulit untuk membedakan mana yang menjadi sebab dan mana yang menjadi
akibat” daripada menyatakan bahwa “ada penyebab yang sesungguhnya yang menurut
waktu terjadinya mendahului akibatnya”.
e.
Dalam hal nilai (values) di dalam penyelidikan, paradigma
naturalistik menyatakan bahwa “penyelidikan itu terkait nilai” bukannya “bebas
nilai”.
2.
Ciri-ciri
NI
Ciri-ciri NI menurut Bogdan
dan Biklen (Williams, 1988), ada sejumlah ciri-ciri yang mencolok dari NI,
yaitu:
1.
Bingkai alami (natural setting) digunakansebagai sumber
utama dari data. Peneliti berminat mempelajari gejala sebagaimana yang terjadi
secara alami, bukan atas dasar kondisi-kondisi labolatorium.
2.
Peneliti adalah
instrument kunci dalam mengumpulkan dan menafsir data. Alat-alat lain seperti
film, kuesioner, test dan sebagainya dapat digunakan untuk memperluas peneliti
bila dibutuhkan. Tetapi semuanya itu tidak menggantikan peneliti sebagai orang
yang membentuk realitas. Peneliti harus mendasarkan pada pengalaman didalam
bingkai yang alami.
3.
Hampir seluruh
studi-studi NI kaya akan deskripsi.
4.
Sekalipun studi-studi
NI sering menitikberatkan pada hasil atau akibat dari variabel ganda “yang
secara timbal balik dan simultan membentuk” satu sama lain, semua itu digunakan
untuk mempelajari proses yang mana bentuk yang demikian itu terjadi.
5.
Seluruh analisis NI
bersifat induktif, khususnya selama tahap awal dari studi. Pendekatan yang
demikian ini memungkinkan berkembangnya isue-isue untuk diidentifikasi dan
difokuskan, bukannya mendefinisikan isue-isue secara awal.
6.
“Makna” yang dimiliki
dari orang-orang yang dipelajari yang mendasari mereka berbuat sesuatu adalah
hal yang utama didalam I. Peneliti tidak hanya berminat mengetahui bagaimana
orang-orang baerbicara atau bertindak satu sama lain, tetapi juga tentang apa
makna pebuatan itu bagi orang yang bertindak dan orang yang ditindaki itu.
7.
NI biasanya melibatkan
triangulasi secara luas tentang metode pengumpulan data dan sumber-sumber
informasi yang digunakan.
8.
Otang-orang yang
dipelajari sebagai bahan dari NI dipandang sebagaipartisipan, konsultan atau
kolega yang bekerjasama dengan peneliti yang melakukan penelitian. Mereka
diperlukan sebagai “subyek”.
9.
Emic
(rekonstruksi sosial dari orang yang diteliti) atau folk perspectif dari partisipn diutamakan
didalam NI.
10.
Didalam studi-studi NI,
penemuan jarang diterima oleh peneliti atau pembaca laporan yang lengkap tanpa
bukti atau penemuan yang berlawanan. Bila penemuan itu sudah tidak lagi
bertentangan, maka hipotesis kerja ditarik dan diperkuat, tetapi tidak pernah
dibuktikan secara final.
11.
Pengmbilan sampel
secara purposive biasanya digunakan untuk mengumpulkan data
dari berbagai sumber. Peneliti menjelaskan mengapa orang-orang tertentu
diwawancarai, mengapa bingkai (setting)
tertentu diobservasi. Sampling yang bersifat probabilistik atau yang bersifat
statistik jarang digunakan, tetapi tidak harus tidak cocok dengan NI.
12.
Baik data kualitatif
maupun kuantitatf dapat dimasukkan didalam NI.
3.
Proses
Penelitian Naturalistik
Berbeda dengan bentuk penelitian
kuantitatif, NI biasanya berproses secara melingkar (cyclical). NI (oleh Spaedly digunakan istilah yang berkaitan yaitu etnography) mulai dengan pemilihan suatu
proyek penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan pertanyaan yang
berhubungan dengan proyek, mengumpulkan data yang diamanatkan untuk menjawab
pertanyaan, membuat catatan dari data yang telah dikumpulkan dan kemudian
menganalisis data. Proses ini diulang-ulang beberapa kali tergantung luas
sempitnya lingkup pertanyaan yang diketengahkan sampai sebuah laporan yang
ditulis.
Merencana
Suatu NI
Banyak unsur-unsur
didalam rancangan penelitian yang sulit atau tidak mungkin dirumuskan di dalam
NI karena NI memiliki rancangan yang berkembang bila penelitiannya berlangsung.
Menurut Lincoln dan
Guba (1985), unsur-unsur yang dicari orang dalam penyusunan proposal adalah:
a. Pernyataan
masalah, mengapa hal tersebut bernilai untuk dipelajari, dan tujuan apa yang
hendak dicapai melalui penelitian tersebut.
b. Pernyataan
tentang perspectif teoritis yang membimbing penelitian.
c. Pernyataan
tentang prosedur yang akan digunakan, yaitu tata cara pengambilan sampel,
instrumentasi dan tata cara analisis data.
d. Jadwal
waktu untuk melakukan penelitian.
e. Rancangan
tentang siapa akan melakukan apa di dalam penelitian.
f. Pemikiran
anggaran
g. Hasil
akhir yang diharapkan.
Banyak unsur yang telah disebut diatas
tidak dapat dispesifikasi secara tepat sebelumnya didalam NI.
a. Sekalipun
peneliti NI mulai dengan suatu fokus tertentu bisa sama sekali berubah selama
penelitian berlangsung, serta tata cara lainnya juga berubah sesuai dengan
fokusnya yang berubah.
b. Teori
berkembang dari NI, sehingga penelitian tidak dapat dilaksanakan secara statis
oleh teori yang telah dirumuskan terlebih dahulu.
c. Sekalipun
NI melibatkan pengambilan sampel, sampel yang pasti tidak dapat ditarik secara
pasti terlebih dahulu karena setiap unsur yang dijadikan sampel tergantung pada
ciri-ciri semua unsur yang mengikutinya.
d. Instrumen
yang digunakan didalam NI bukanlah definisi variabel-variabel (sehingga
tersusun menjadi sebuah kuesioner) tetapi adalah orang si peneliti itu sendiri.
e. Analisis
data naturalistik bersifat terbuka dan induktif, sesuai dengan tipe-tipe data
yeng berkembang selama penelitian berlangsung. Prosedur yang demikian itu tidak
dapat dinyatakan secara tegas terlebih dahulu sebelum data itu sendiri menjadi
nyata.
f. Soal
waktu tidak dapat diramalkan secara tepat di dalam NI karena tidak jelas
sebelumnya kejadian apa, orang-orang dan sebagainya yang akan dimasukkan dan
terjangkau didalam penelitian.
g. Anggaran
kurang dapat dispesifikasi didalam NI karena tugas-tugas konkrit yang mana
anggarannya dapat dikaitkan tidak dapat dirumuskan terlebih dahulu.
h. Hasil
yang diharapkan pun sulit untuk dirumuskan khusus karena ketidakjelasan hal-hal
seperti yang dibicarakan diatas.
Melaksanakan Rancangan
NI
Banyak cara untuk
melaksanakan rancangan NI. Licoln dan Guba (1985) dan Spradley dalam tulisan
mereka mengetengahkan saran tentang bagaimana cara melaksanakan rancangan NI.
Menurut Spradley, seluruh pengamatan
berpartisipasi terjadi dalam suatu situasi sosial. Maka salah satu langkah awal
dalam melakukan NI ialah memilh (menyeleksi) situasi-situasi sosial yang cocok
bagi memenuhi tujuan penelitian. Ada tiga unsur utama dalamsetiap situasi
sosial:
1. Tempat
fisik (lokasi) dimana situasi soaial dari suatu kepentingan terjadi.
2. Jenis-jenis
aktor (pelaku) yang ada dalam situasi sosial.
3. Aktivitas
yang terjadi di dalam situasi sosial.
Bilamana
memulai NI, disarankan untuk menyisihkan perhatian pada suatu situasi sosial
yang tunggal. Namun demikian hampir seluruh situasi sosial erat berhubungan
satu sama lain. Penelitian kemudian bisa memperluas ke situasi-situasi yang
saling berhubungan dengan hal tersebut.
Dalam
memilih situasi sosial dimana kita akan melakukan pengamatan berpartisipasi,
kita perlu memperhatikan sejumlah kriteria agar berhasil dalam melaksanakan NI.
a. Simplicity (kesederhanaan,
penelitian tidak perlu mengenai hal yang rumit dan sulit)
b. Accesibility (mampu
menjangkau baik dari segi kesempatan, biaya dan tenaga)
c. Unobrusiveness (tidak
mencolok mata)
d. Permissibleness (dapat
memperoleh ijin)
e. Frequently recurring
activities (sering berkunjung ke lokasi)
f. Ease of participation (mudah
turut berpartisipasi didalam kegiayan masyarakat)
Meninjau
Proposal dan Laporan NI
Telah banyak
bakuan-bakuan yang disarankan oleh para pengarang NI dapat dipercaya hasilnya. Licoln
dan Guba misalnya menyarankan empat tipe bakuan (ukuran) yang dapat digunakan
agar NI dapat dijamin kepercayaannya. Mereka juga menyarankan berbagai teknik
dalam melakukan penelitian agar dapat memenuhi bakuan-bakuan yang mereka
ketengahkan, antara lain:
1. Credibility (hasilnya
dapat dipercaya)
ada tujuh teknik dalam mencapai
kredibilitas, yaitu:
a. Prolonged engagement (tinggal
dilokasi dalam jangka watu yang cukup lama)
b. Persistent observation (melakukan
pengamatan secara terus menerus)
c. Trinagulation.
Menurut Patton (1984) ada tiga macam
trinagulasi:
1. Data trinagulation
(membandingkan sejumlah data untuk melihat mana yang benar)
2. Investigator
triangulation, (menggunakan sejumlah peneliti
kemudian membandingkan satu sama lain)
3. Methodological
triangulation (menggunakan sejumlah metode untuk
memperoleh kebenaran)
d. Peer debriefing (melakukan
diskusi dengan teman sejawat sesama ilmuwan)
e. Negative case analysis (mencari
tau apakah msih ada kasus yang bertentangan dengan penemuan yang disimpulkan)
f. Referential adequacy
checks (meminta tim ahli sebagai juri untuk
melihat kebenaran yang diemukan oleh peneliti)
g. Member cheks (saling
mengkaji antara sesama anggota peneliti)
2.
Transferrability
(hasil penelitian memiliki kemampuan diberlakukan di
lain tempat dan lain waktu)
3.
Dependendability
(hasilnya dapat dipercaya)
4.
Confirmability
(mampu untuk meyakinkan bahwa penemuannya benar)
Membuat
Fieldnotes
Keberhasilan NI
tergantung sekali pada fieldnotes yang rinci, akurat dan luas. Fieldnotes yang
demikian itu harus dibuat selama melakukan pengamatan, wawancara, mereview
sumber-sumber data yang bukan manusia, dan seluruh data yang dikumpulkan selama
peneltian berlangsung. Dua bahan dalam fieldnotes descriptif dan reflektif.
a. Fieldnotes
yang bersifat descriptif meliputi :
1. Portraits of subjects (gambaran
mengenai orang-orang yang diteliti)
2. Reconstruction of
dialogue (merekonstruksi ulng hasil percakapan)
3. Descriptions of
physical setting (menggambarkan bingkai fisik)
4. Accounts of particular
events in a setting (menceritakan
kejadian-kejadin khusus didalam suatu bingkai tertentu)
5. Depiction of activities
in which participant are engaged (menggambarkan
kegiatan dari para orang yang diteliti)
6. Description of the
inquirer’s behaviours and actions (menggambarkan
perilaku dan perbuatan dari peneliti itu sendiri)
b. Reflective fieldnotes
Catatan ini dibangun
atas dasar descriptive fieldnotes yang
mencerminkan pelaksanaan yang dilakukan oleh peneliti selama penelitian
berlangsung. Beberapa tipe reflective fieldnotes antara lain:
1. Reflections of
analysis.
2. Reflections of method.
3. Reflections on etichal
dilemast and conflists.
4. Reflections on the
inquirer’s frame of mind.
5.
Points
of clarifications.
Analisis
data
Data yang muncul
didalam penelitian kualitatif berwujud rangkaaian kata-kata, bukan rangkaian
angka. Data tersebut mungkin dikumpulka melalui beraneka macam cara. Misalnya
dari hasil wawancara, hasil observasi, dokumentasi yang kemudian diproses
sebelum siap digunakan.
Reduksi
data
Reduksi data diartikan
sebagai proses pemilihan, pemusatan erhatian pada pusat penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan
tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama kegiatan
penelitian berlangsung di lapangan. Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul,
antisipasi akan adanya reduksi data sudah nampak. Selama pengumpulan data
berlangsung, terjadilah tahapan reduksi berikutnya yaitu membuat ringkasan,
mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat pemilihan data dan
menulis memo. Reduksi data ini berlanjut terus sesudah penelitian dilapangan,
sampai laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis
yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya
dapat ditarik dan diverifikasi.
Penyajian
Data
Alur penting yang kedua
dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Penyajian yang paling sering
digunakan pada masa lalu adalah bentuk teks naratif. Dalam penelitian kita
mendapatkan data yang amat banyak. Data tersebut sangat tidak praktis bila kita
sajikan semuanya, teks tersebut kadang kala masih terpencar-pencar, tidak
simultan, tersusun kurang baik, dan kadang juga berlebih lebihan. Peneliti
tidak boleh mengambil kesimpulan yang gegabah, menyingkirkan hal-hal yang tidak
perlu, mengadakan pembobotan dan menyeleksi.
Menarik
Kesimpulan/Verifikasi
Kegiatan analisis yang
ketiga adalah menarik keismpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan
data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat
keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat
dan proporsisi. Peneliti yang berkompeten akan menangani kesimpulan-kesimpulanitu
dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis.
Penarikan kesimpulan adalah hanya
sebagian dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasikan
selama penelitian berlangsung, yaitu dengan cra merefleksi kembali apa yang
telah kembali ditemukan serta bertukar pikiran dengan teman sejawat untuk
memperoleh kebenaran.
Keterbatasan
NI
Dalam hal penggunaannya
NI dapat diibaratkan sebagai suatu alat tertentu. Alat tersebut hanya cocok
digunakan bagi suatu keperluan tertentu, bukan dipaksakan bagi keperluan
tertentu yang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa:
1. NI
lebih cocok untuk memahami makna yang mendasari suatu tingkah laku dari
partisipan. NI kurang dapat dijadikan pedoman untuk mengontrol tingkah laku.
2. NI
lebih cocok untuk mendeskripsikan bingkai (setting)
dan interaksi yang kompleks, namun kurang tepat untuk meringkas variabel yang
diteliti.
3. NI
lebih cocok untuk keperluan eksplorasi bagi mengidentifikasi tipe-tipe
informasi baru. nI kurang tepat dipergunakan bagi penelitian yang tujuannya
menjelaskan apa yang telah diketahui.
4. NI
lebih cocok untuk penelitian yang mendalam dan terperinci tentang suatu
keadaan, ketimbang untuk penelitian yang luas.
5. NI
lebih tepat untuk tujuan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menarik
hipotesis tetapi bukan untuk penelitin yang mendeskripsikan suatu gejala yang
dimaksutkan untuk menguji hipotesis.
6. NI
cocok untuk mempelajari pandangan partisipan (orang yang diteliti) dan untuk
mengetahui bagaimana definisi variabel dari para partisipan. NI tidak
dimaksutkan untuk mengetengahkan pandangan dan definisi peneliti.
7. NI
dimaksutkan sebagai suatu deskripsi dan kesimpulan yang kontekstual, tetapi
bukan ditujukan untuk generalisasi yang bebas konteks.
8. NI
memfokuskan proses interaksi dari orang-orang yang diteliti, bukan memfokuskan
produk atau hasil.
PENUTUP
Salah
satu dari penelitian kualitatif adalah yang disebut dengan naturalistic inquiry (NI).
Istilah NI sebenarnya bukanlah suatu ide baru, metodologi ini telah mempunyai
sejarah yang panjang di dalam berbagai disiplin dan telah diberi nama yang
berbeda-beda. Para antropolog telah mengembangkan metode etnografik dengan
baik. Sama halnya dengan para sosiolog telah mengkombinasikan teknik-teknik
survei dengan pendekatan-pendekatan naturalistik untuk mengambangkan pendekatan
participant observation dalam fieldwork-nya. Ahli cerita rakyat,
psikolog, ahli linguistik, etnomusikolog, dan yang lain-lain lagi menggunakan
dan memperbaiki pendekatan itu untuk memahami dan mengerti tentang
gejala-gejala yang mereka pelajari dengan menggunakan istilah-istilah case study, interpretif inquiry dan phenomonlogi dalam memberikan label
pendekatan mereka.
Dalam
beberapa hal, NI berbeda dengan pendekatan-pendekatan penelitian lain, antara
lain:
·
Anggapan dasar (aksioma), tentang hakekat realitas,
hubungan antara peneliti dan yang diteliti, kem4ngk5nan generalisasi,
kemungkinan menetapkan hubungan kausal dan peranan nilai didalam penelitian.
·
Ciri-ciri NI
·
Proses penelitian
naturalistik
Daftar
Pustaka
·
Slamet, Yulius.2006. Metode Penelitian Sosial, Surakarta:
LPP-UNS dan UNS-Press
·
Sabarguna, Boy. 2005. Analisis Data pada Penelitian Kualitatif.
Jakarta: UI-Press
·
Margono.1997. Metodologi Penelitian Pendidikan.
Bandung: Citapustaka Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar