“Kesejahteraan Pedagang sebagai Sarana Pemberdayaan Perempuan
di Pasar
Gede”
Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Analisis Gender
Dosen
pengampu :
Siti Zunariyah S.Sos, M.Si
Disusun
oleh :
Ichwan Pradana Setiaji (D0315031)
Puput
Adistya Pratiwi (D0315049)
Winda Tri Utami (D0315063)
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS
MARET
SURAKARTA
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah analisis gender dengan penelitian menggunakan analisis Longwee yang
berjudul “Kesejahteraan Pedagang sebagai Sarana Pemberdayaan Perempuan di Pasar
Gede” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Kami
sangat berharap laporan penelitian ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai arti pentingnya pemberdayaan perempuan
dalam kehidupan bermasyarakat.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga
laporan hasil penelitian sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan ini di waktu yang akan datang.
Surakarta, November 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah-masalah
tentang gender merupakan suatu hal yang menarik untuk dibahas. Adanya
ketimpangan atau ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan didalam
pembangunan maupun didalam kehidupan sehari-hari perlu dianalisis. Analisis
gender memfokuskan perhatiannya pada relasi sosial antara laki-laki dan
perempuan, terutama pada ketidakadilan struktur dan sistem yang disebabkan oleh
gender. Ketidakadilan
tersebut dapat berupa marginalisasi atau pemiskinan, subordinasi atau
penomorduaan, stereotip, beban ganda dan
kekerasan.
Subordinasi
pada perempuan, berdampak pula pada proses pemberdayaan yang seakan–akan hanya
memprioritaskan laki–laki untuk aktif dalam program pemberdayaan di berbagai
sektor. Perempuan hanyalah kelompok yang hanya menerima hasil dari pemberdayaan
yang dilakukan oleh kaum laki–laki.Kondisi seperti ini bukanlah kondisi yang
ideal untuk mewujudkan program pembangunan yang optimal.Karena pada dasarnya
perempuan pun mempunyai banyak potensi yang perlu dikembangkan.
Tugas utama
analisis gender adalah memberi makna, konsep, asumsi, dan ideologi pada praktek
hubungan baru antara kaum laki-laki dan perempuan, serta implikasinya terhadap
kehidupan sosial yang lebih luas (mencakup aspek sosial, ekonomi, politik, dan
kultural), yang tidak dilihat oleh teori ataupun oleh analisis sosial
lainnya.Kegunaan analisis gender adalah memberi dasar dalam melakukan
transformasi sosial untuk mewujudkan tata kehidupan baru yang lebih baik,
melalui relasi sosial baru yang lebih adil. Selain itu juga memiliki manfaat
praktis untuk menyusun dan menetapkan kebijakan atas program yang responsive
gender sesuai situasi dan kondisi yang sebenarnya.
Ada beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis isu-isu tentang gender salah satunya
yaitu tekhnik analisis Longwe. Kerangka Longwe berfokus langsung pada
penciptaan situasi atau pengkondisian di mana masalah kesenjangan, diskriminasi
dan subordinasi diselesaikan.Menurut Sara Longwe, isu-isu perempuan adalah
mengenai persamaan dengan laki-laki dalam setiap peran sosial dan ekonomi, dan
mencakup setiap tingkat persamaan (kesejahteraan, akses, kesadaran,
partisipasi, kontrol).
Bercermin pada
permasalahan diatas muncullah istilah pemberdayaan perempuan sebagai jawaban
dari permasalahan subordinasi perempuan dalam pembangunan.Kaum perempuan
merupakan sumber daya manusia yang juga harus dikembangkan potensinya untuk
mendukung program pembangunan berkelanjutan.Termasuk didalamnya pemberdayaan
kaum pedagang di pasar gedhe Surakarta yang mayoritas pedagangnya adalah kaum
perempuan.
B. Permasalahan
Pemberdayaan perempuan dalam berbagai bidang
kehidupan sosial atau ekonomi, dimulai dari tingkat yang paling rendah:
kesejahteraan, akses, kesadaran, partisipasi, kontrolyang bersifat hierarkis
ini akan diteliti pada pedagang di pasar Gede Surakarta. Apakah telah terjadi
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan baik pada tingkat kesejahteraan
maupun sampai pada tingkat kontrol.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
persamaan (equality) antara laki-laki dan perempuan diantara pedagang
dan pekerja di pasar Gede Surakarta dalam berbagai bidang kehidupan dengan
menggunakan tekhnik analisis Longwe yaitu dengan melihat kesejahteraan, akses,
kesadaran, partisipasi, kontrol yang bersifat hierarkis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Setting Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di pasar Gede Solo yang
dilaksanakan pada hari Jumat 26 Novemvber 2016 mulai pukul 10.00-11.30 WIB.
B.
Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bentuk deskriptif kualitatif dengan teknik Observasi dan wawancara.
Dimana observasi adalah berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap gejala
yang diteliti. Penelitian kualitatif sendiri adalah penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi ojek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen
kunci.
C.
Sumber Data
Dalam setiap penelitian diperlukan kemampuan memilih
metode pengumpulan data yang relevan. Data merupakan fakta penting dalam
penelitian. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data
primer dan data sekunder.
a.
Data
Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melaui wawancara dan
pengamatan langsung.
b.
Data
Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dengan
cara membaca dan mempelajari melalui media lain. Data sekunder dalam penelitian
ini diperoleh dari buku yang berhubungan dengan tema penelitian.
D.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Metode
wawancara
Dengan menggunakan teknik wawancara terstruktur, artinya
wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
Pertanyaan yang sama diajukan kepada semua reponden dalam kalimat dan responden
yang seragam.
b.
Metode
dokumentasi
Peneliti menggunakan metode dokumentasi, yaitu
pengumpulan data dengan cara mencari dokumen-dokumen yang terkait dengan
penelitian. Disini peneliti mengambil dokumen dengan cara mengambil gambar pada
saat penelitian.
c.
Studi
Pustaka
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
menelusuri buku-buku yang berhubungan dengan tema penelitian ini.
E.
Populasi
Populasi adalah keseluruhan ojek yang akan diteliti. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang yang ada di pasar Gede Solo.
F.
Teknik Sampling
Dalam penelitian ini pemilihan informan menggunakan
teknik random sampling. Random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana
semua individu dalam populasi secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Sampel adalah bagian
dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari populasi tersebut.
Sampel dalam penelitian ini adalah pedagang dan kuli gendong di pasar Gede.
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Profil
Responden
Responden 1:
Ibu Suparti berasal
dari Pedan Klaten,
mempunyai anak 6.Pekerjaanya
sebagai pedagang sayuran di pasar Gedeyang sudah 40 tahun.Suaminya telah meninggal 25 tahun yang lalu. Sehingga
ibu Suparti menjadi kepala keluarga dengan 6 anak yang sekarang sudah bekerja.
Responden 2:
Bapak Tuki berasal dari Klaten.Ia bekerja sebagai kuli
gendong di Pasar Gede. Istrinya adalah
ibu rumah tangga, bapak Tuki mempunyai 4 orang anak, 2 anak masih sekolah dan 2
lainnya sudah bekerja.
Responden 3:
Dirahasiakan (NN)
B.
Pembahasan Materi
Berdasarkan
Tekhnik analisis Longwe analsis ini menekankan pada pemberdayaan perempuan
dengan lima kriteria analisis yang meliputi: kesejahteraan, akses, kesadaran
kritis, partisipasi, dan kontrol. Sehingga
dapat menginterprestasikan pemberdayaan perempuan sebagai suatu proses yang penting dan
bagian integral dari proses pemberdayaan serta untuk mencapai pemerataan gender dalam lima
butir tersebut.
1.
Kesejahteraan
Merupakan tingkat kesejahteraan material yang diukur dari tercukupinya
kebutuhan dasar seperti, makanan, status ekonomi (penghasilan), perumahan, tingkat
kesehatan, dan tercukupinya kebutuhan yang harus dinikmati perempuan dan
laki-laki. Dengan demikian tingkat kesenjangan gender pada dimensi ini, diukur
melalui perbedaan tingkat kesejahteraan perempuan dan laki-laki sebagai
kelompok untuk masing-masing kebutuhan dasarnya.
Responden 1
:Tingkat ekonominya cukup. Tingkat pendidikan anaknya juga baik,
anak-anaknya sudah lulus SMK/sederajat dan sekarang sudah bekerja.Tingkat
kesehatan keluarganya juga baik.Dan karena semua anaknya sudah bekerja beban yang
ditanggung juga berkurang.
Responden 2
:Tingkat ekonominya cukup. Tingkat kesehatan juga baik.Tingkat pendidikan
anaknya juga baik yaitu SMA/sederajat.Sekarang 2 anaknya telah bekerja jadi
beban ekonomi yang ditanggung berkurang meskipun hanya bapak Tuki yang bekerja
dan istrinya dirumah sebagai ibu rumah tangga, tapi Bapak Tuki merasa ekonomi
keluarganya cukup.
Responden 3:
Tingkat
ekonominya baik. Tingkat kesehatan dan pendidikannya juga baik.Suaminya bekerja
ditempat lain (dirahasiakan).Dia memiliki pembantu rumah tangga untuk membantu
pekerjaan rumahnya.
Jadi, untuk tingkat
kesejahteraan responden yang kami teliti mereka memiliki tingkat ekonomi yang
cukup baik.
2.
Akses
Kesenjangan
gender pada dimensi ini, terlihat dari adanya perbedaan akses antara laki-laki
dan perempuan terhadap sumberdaya. Lebih rendahnya akses mereka terhadap
sumberdaya menyebabkan produktivitas perempuan cenderung lebih rendah dari
laki-laki. Di banyak komunitas, perempuan diberi tanggung jawab melaksanakan
hampir seluruh pekerjaan domestik sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk
mengurusi dan meningkatkan kemampuan dirinya. Dimensi ini terfokus pada perbedaan akses laki-laki dan perempuan dari konstruksi
masyarakat.
Responden 1
:Kerjasama dan kerukunan tiap pedangang dipasar baik. Tidak ada persaingan
antar pedagang.Para pedagang saling membantu. Baik laki-laki atau perempuan
sama saja. Tidak ada pandangan miring entah itu pedagang perempuan ataupun
laki-laki.Jadi setiap pedagang saling menghargai.Dalam pengurusan ijin untuk
berjualan juga sudah mudah, hanya mengurus persetujuan serta sertifikat lalu
ditanda tangani oleh kepala pasar.
Responden 2
:Kerjasama antar pedagang, kuli dan juga pengurus pasar baik. Sering
diadakan acara-acara di dalam Pasar.Persaingan antar kulipun jika mereka 1 bos
tidak ada.Kerjasama antar
kuli sangat antusias satu sama lain.
Responden 3:
Kerjasama dan
kerukunan tiap pedangang dipasar baik. Tidak ada persaingan antar pedagang.Para
pedagang saling membantu. Baik laki-laki atau perempuan sama saja. Tidak ada
pandangan miring entah itu pedagang perempuan ataupun laki-laki.Jadi setiap
pedagang saling menghargai.Dalam pengurusan ijin untuk berjualan juga sudah
mudah, hanya mengurus persetujuan serta sertifikat lalu ditanda tangani oleh
kepala pasar.
Jadi,
perempuan memiliki akses untuk bekerja di pasar. Tidak
ada pandangan negatif ketika perempuan bekerja dipasar.Bahkan mayoritas
pedagang yang ada di pasarpun adalah perempuan.
3.
Kesadaran kritis
Kesenjangan gender pada dimensi ini, terutama disebabkan adanya anggapan
bahwa posisi sosial ekonomi perempuan lebih rendah dari laki-laki; dimana
pembagian kerja tradisional adalah bagian dari tatanan abadi tersebut. Pemberdayaan
di tingkat ini berarti menumbuhkan sikap kritis dan penolakan terhadap cara
pandang tsb; bahwa subordinasi terhadap perempuan bukanlah pengaturan alamiah,
tetapi hasil diskriminatif dari tatanan sosial yang berlaku. Keyakinan
bahwa kesetaraan gender adalah bagian dari tujuan perubahan merupakan inti dari
kesadaran gender dan merupakan elemen ideologis dari proses pemberdayaan. Sehingga dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran perempuan bahwa mereka dapat bekerja di public dan dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya.
Responden 1
:Motivasi untuk bekerja di Pasar adalah untuk memenuhi kebutuhan
ekonominya.Dia berasal dari klaten dan berjualan di pasar Gede karena ikut
suaminya dulu.sehingga dia membeli tempat dan berjualan di pasar gede. Setelah
ia ditinggalkan oleh suaminya dan harus menjadi kepala keluarga untuk
menghidupi ke 6 anaknya.
Responden 2:
Responden kedua ini
bekerja dipasar gede karena untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Apalagi
dia adalah kepala keluarga dan istrinya tidak bekerja.Dan mereka menghidupi 4
orang anak walaupun 2 anaknya sudah bekerja.
Responden 3
:Responden mengatakan bahwa
dirinya berdagang dipasar untuk membantu ekonomi keluarganya. Disini menunjukkan sudah terbangun sebuah kesadaran
bahwa pekerjaan disektor publik bisa dilakukan oleh perempuan.
Kesadaran
kritis para pedangang di pasar dan juga kuli gendong tersebut sudah
terbangun.Mereka bekerja untk memenuhi kebutuhan hidupnya.Para perempuan tidak
lagi hanya bekerja untuk mengurusi urusan rumah tangga atau domestik tapi juga sudah
bekerja di Publik.
4.
Partisipasi
Partisipasi
aktif perempuan diartikan bahwa pemerataaan partisipasi perempuan dalam proses
penetapan keputusan berupa partisipasi
dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan administrasi. Partisipasi berarti, keterlibatan atau keikutsertaan aktif sejak dalam
tahap penetapan kebutuhan, formulasi proyek, implementasi, monitoring dan
evaluasi. Dalam hal ini perempuan sudah ikut berpartisipasi
dalam kegiatan masyarakat dan pembuatan kebijakan.
Responden 1:
Banyak acara yang
diselenggrakan di Pasar. Para penjual pun juga ikut berpartisipasi dalam acara
tersebut.Ada pula rapat untuk membahas kelancaran kegiatan di pasar.Usulan
pedangan juga diterima oleh pihak pengurus pasar. Dan tidak membedakan usulan
dari perempuan atau laki-laki
Responden 2: Dalam rapat dihadiri oleh perwakilan dan berhak mengusulkan pendapatnya.
Entah itu laki-laki atau perempuan bisa berpendapat.
Responden 3:
Setiap ada peringatan hari-hari besar di pasar gede
sering diadakan kegiatan seperti lomba, dalam kegiatan tersebut laki-laki dan
perempuan memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut.
Partisipasi
pedagang dalam kegiatan di pasar sudah baik.Kebebasan berpendapat dimiliki
setiap anggota di pasar.Mereka berhak mengusulkan suatu hal.Dan tidak
membeda-bedakan laki-laki dan perempuan.
5.
Kontrol
Kesenjangan gender pada dimensi ini, terlihat dari adanya hubungan
kuasa/kontrol yang timpang antara laki-laki dan perempuan (baik di tingkat RT,
komunitas dan tingkatan yang lebih luas lagi). Kesetaraan
dalam kuasa/kontrol berarti adanya kuasa/kontrol yang seimbang antara laki-laki
dan perempuan, dimana satu pihak tidak mendominasi pihak lainnya.Diharapkan laki-laki dan perempuan itu setara sehingga diperlukan
toleransi antar sesama.
Responden 1:
Baik laki-laki atau perempuan
sama saja. Para pedangang dipasar tidak membedakan laki-laki dan juga
perempuan. Mereka bekerja sama dan rukun satu sama lain.
Responden 2:
Kerjasama dipasar
baik dan juga kompak. Setiap pekerja
baik laki-laki maupun perempuan semua terikat oleh aturan yang telah disepakati
bersama.
Responden 3:
Semua pedagang memiliki kuasa yang sama atas pasar. Para
pedagang saling membantu satu sama lain.
Laki-laki
dan perempuan di dalam pasar gede itu setara. Tidak membeda-bedakan satu dengan
yang lain. Mereka rukun dan saling toleransi antar pedagang.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa kesenjangan antara laki-laki dan perempuan diantara
pedagang dan pekerja di pasar gede dianalisis dengan menggunakan analisis
gender Longwe menunjukkan sudah terjadi sebuah persamaan atau kesetaraan.
Dilihat dari indikator kesejahteraan, terlihat para pedagang perempuan sudah
terpenuhi kebutuhannya dan meningkat status ekonominya dalam hal ini
penghasilannya, dan tidak kalah dengan pedagang laki-laki.Dilihat dari dimensi
akses, pedagang perempuan di pasar gede sudah memiliki akses kedalam berbagai
hal di pasar tanpa dibedakan dengan kaum laki-laki, misalnya akses untuk
memiliki kios dan berdagang di pasar tidak ada pembedaan antara pedagang
laki-laki dan perempuan.
Dilihat dari
indikator kesadaran, pedagang perempuan di pasar gede sudah memiliki kesadaran
bahwa bekerja di sektor publik seperti berdagang bahkan menjadi kuli pasar pun
dapat dilakukan oleh kaum perempuan juga tidak hanya laki-laki. Dilihat dari
dimensi partisipasi, perempuan dan laki-laki sama-sama berpartisipasi aktif
dalam semua kegiatan-kegiatan pasar. Setiap pedagang baik laki-laki maupun
perempuan memiliki hak yang sama dalam menentukan kebijakan atau aturan-aturan
di pasar. Terakhir dilihat dari indikator kontrol, setiap pedagang memiliki
kontrol yang sama didalam pasar. Tidak ada dominasi pedagang laki-laki terhadap
kaum perempuan. Bahkan jumlah pedagang perempuan menurut pengamatan, lebih
banyak dibandingkan jumlah pedagang laki-laki.
B. Saran
Dari uraian diatas
penulis menyarankan agar program-program atau kegiatan yang telah dilaksanakan
di pasar Gede yang diikuti oleh seluruh warga pasar dapat terus dilanjutkan dan
menyarankan kepada pengelola pasar agar dalam membuat aturan atau kebijakan
harus responsif terhadap gender.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar